Hendri Rosevelt
Sesuatu yang Datang dan Pergi
Biarkan lilin ini tetap menyala, katamu
dengan wajah yang tak seluruhnya terbaca
dibalut malam yang tua. Dan jam dinding
yang mengantarkan gigil suara
seperti memberikan nyawa setiap benda.
Kemudian pada sebuah jendela
kau ingat-ingat lagi seluruh peristiwa
“malam yang sama, hujan belum juga reda”
telah menghapus setiap jejak di jalan kecil itu
namun tidak untuk sesuatu yang kau tunggu.
Sesuatu yang selalu datang
dan memburumu dalam dekap
sebelum kembali pergi menuntaskan sepi.
Dan kau tidak bisa berbuat apa
lantaran mengerti harus ada yang diselesaikan
dari kesedihan.
Bandar Lampung, 2003
A. Tema
Hal pertama yang harus dilakukan untuk menentukan hakikat dari sebuah
puisi adalah menentukan tema yang terkandung dalam sebuah puisi.
Herman J. Waluyo (Teori dan Apresiasi Puisi,106) mengatkan bahwa: “
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh
penyair”.
Dalam menentukan tema dari sebuah puisi, seorang apresiator harus
menghubungkan antara puisi dengan penyairnya, sebab puisi bersifat
khusus (subjektif), tetapi puisi juga bersifat obyektif bagi semua
penafsir, sebab jika puisi telah diterbitkan atau telah di publikasikan,
maka puisi tersebut mutlak milik pembaca, yang tentunya tetap harus
memperhatikan kaidah pemaknaan sebuah puisi.
Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi memiliki tema
religius. Penulis menafsirkan demikian sebab puisi tersebut melambangkan
pengalaman batin penyair terhadap kematian. Hal tersebut terlihat
dari judul puisinya “Sesuatu yang Datang dan Pergi”. Menurut pendapat
penulis, yang dimaksud oleh “sesuatu” di sana adalah kematian. Hal
tersebut seiring dengan cara memahami puisi yang dikemukakan oleh Prof.
Dr. Mursal Esten (1995:32) “ Perhatikanlah judulnya. Judul adalah
sebuah lubang kunci untuk keseluruhan makna puisi”.
Dalam puisi tersebut terlihat bagaimana kepasrahan tokoh dalam puisi
terhadap kematian. Tokoh begitu menyadari bahwa kematian adalah
sesuatu yang pasti datang, sebab sudah merupakan takdir-Nya.
Sesuatu yang selalu datang
dan memburumu dalam dekap
sebelum kembali pergi menuntaskan sepi.
Dan kau tidak bisa berbuat apa
lantaran mengerti harus ada yang diselesaikan
dari kesedihan.
Bait di atas menggambarkan bahwa kematian akan selalu datang,
memburu. Kesadaran tokoh yang dilukiskan pengarang terlihat dalam “Dan
kau tidak bisa berbuat apa lantaran mengerti harus ada yang
diselesaikan dari kesedihan” larik tersebut menggambarkan kepasrahan,
bahwa kita tidak akan mampu berbuat apa-apa jika dihadapkan pada
kematian, dan tokoh dalam cerita begitu mengerti bahwa hidup memang
harus ada penyelesaian.
Dengan demikian maka jelas bahwa tema yang terkandung dalam puisi di atas adalah tema religius.
B. Perasaan (Feeling)
Perasaan dalam sebuah puisi adalah suatu ekspresi dari perasaan
penyair yang dituangkan dalam puisi tersebut. Perasaan setiap penyair
tentunya berbeda, hal inilah yang membedakan sikap penyair yang satu
dengan penyair yang lain walaupun terhadap sesuatu hal yang sama.
Penulis berpendapat bahwa perasaan kereligiusan penyair menjadi hal
utama yang melandasi terciptanya puisi tersebut. Sikap pasrah penyair
terhadap takdir-Nya, dan kesadaran penyair tentang kematian.
Biarkan lilin ini tetap menyala, katamu
dengan wajah yang tak seluruhnya terbaca
dibalut malam yang tua. Dan jam dinding
yang mengantarkan gigil suara
seperti memberikan nyawa setiap benda.
Bait di atas menggambarkan kesunyian yang dirasakan penyair ketika
kematian akan datang, bahkan penyair beranggapan bahwa kematian adalah
sebuah kesunyian. Kesunyian ini dilambangkan penyair dengan sebuah
metafor “Dan jam dinding yang mengantarkan gigil suara seperti
memberikan nyawa setiap benda” metafor tersebut penulis artikan sebagai
waktu yang begitu sunyi sampai detak jam dinding pun terdengar begitu
jelas.
Dengan demikian maka penulis menyimpulkan bahwa perasaan yang
dirasakan penyair dalam puisinya adalah perasaan pasrah menghadapi
sebuah kematian.
C. Nada dan Suasana
Herman J. Waluyo (Teori dan Apresiasi Puisi,125) “ Sikap penyair
terhadap pembaca ini disebut nada puisi”. Setiap puisi memiliki
nada-nada tertentu, nada ini adalah cara penyair menyampaikan hal dalam
puisinya.
Penulis berpendapat bahwa puisi tersebut bernada lugas, sebab penyair
begitu lugas dalam mengemukakan bagaimana pengalaman religiusnya
terhadap pembaca. Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi
mencerminkan bagaimana kelugasan penyair dalam mengemukakan
pengalamannya, tidak bersikap menggurui. Hal ini disebabkan bahwa
kematian adalah sesuatu yang sangat sakral, tidak ada yang mampu
meramalkan sebuah kematian.
Suasana adalah perasaan yang dirasakan pembaca setelah membaca sebuah
puisi. Seperti yang dikemukakan oleh Herman J. Waluyo (Teori dan
Apresiasi Puisi:125) “ Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah
membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu
terhadap pembaca”. Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi
memberikan kesadaran pada pembaca, bahwa kematian bukanlah sesuatu yang
menakutkan. Hal ini penulis rasakan setelah membaca puisi tersebut,
penulis menyadari bahwa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, sebab
walau bagaimanapun kematian akan tetap datang, sebab kematian
merupakan sebuah kepastian.
D. Amanat (Pesan)
Setelah memahami tentang tema, nada,dan perasaan yang terdapat dalam
puisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pesan yang ingin
disampaikan pengarang dalam puisinya adalah tentang kematian,
pengarang ingin mengamanatkan bahwa kta tidak perlu takut menghadapai
kematian, sebab kematian pasti akan selalu datang, yang harus kita
persiapkan agar kematian tidak menjadi sesuatu yang menakutkan adalah
kehidupan yang tetap di Jalan-Nya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar